SUNGAI DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT BANJARMASIN
Mahasiswa Pendidikan Sosiologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lambung Mangkurat
Makalah disampaikan dalam diskusi ilmiah “Sungai,
Lingkungan dan Budaya Kami” diselenggarakan oleh mahasiswa pendidikan sosiologi
FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin dan mahasiswa pendidikan
sosiologi FIS Universitas Negeri Jakarta
di Jakarta, 16 Mei 2012
SUNGAI DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT BANJARMASIN
Mahasiswa Pendidikan Sosiologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lambung Mangkurat
A.
Latar Belakang Masalah
Pada umumnya, masyarakat mempunyai
kebudayaan, yang mana kebudayaan tersebut merupakan suatu sistem pengetahuan
yang meliputi sistem idea tau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia,
sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak.
Perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai
makhluk yang berbudaya, yaitu berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat
nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial,
religi, seni, dan lain-lain yang keseluruhannya ditujukan untuk membantu
manusia dalam melangsungkan kehidupan dalam bermasyarakat (Hermanto dan
Winarno, 2009:25).
Di dalam kebudayaan tersebut mereka
melakukan aktivitas yang menjadikannya sebuah karakteristik. Karakteristik
itulah yang membuat mereka berbeda dengan masyarakat lain yang dapat kita lihat
secara langsung dengan adanya pola-pola perilaku pada diri individu atau
masyarakat dalam menjalankann aktivitas kehidupan sehari-hari, termasuk
masyarakat Banjarmasin.
Banjarmasin adalah ibu kota dari Provinsi
Kalimantan Selatan yang dikelilingi oleh sungai, sehingga kota
Banjarmasin diberi julukan sebagai kota “Seribu Sungai”. Sungai itu sendiri dapat didefinisikan sebagai
sejumlah air yang mengalir dari daerah aliran sungai, tentu saja mengalir dari
atas ke bawah. Sungai dijadikan sebagai urat nadi kehidupan masyrakat Banjarmasin. Hal ini
terbukti dari masyarakatnya yang menggantungkan hidupnya pada sungai. Sungai
digunakan mulai dari keperluan sehari-hari hingga digunakan untuk aktivitas perdagangan dan sarana rekreasi.
Banyaknya aktivitas masyarakat Banjarmasin
yang melibatkan sungai maka memunculkan istilah-istilah yang berhubungan dengan
sungai seperti hulu dan hilir.
Berdasarkan paparan di atas, dalam
makalah ini kami akan membahas tentang sungai-sungai yang ada di Kota
Banjarmasin beserta aktivitas masyarakatnya, yang mana makalah ini merupakan
rangkuman dari hasil penelitian yang telah
kami lakukakan sebelumnya yaitu pada saat mata kuliah Masyarakat dan Kebudayaan
Sungai.
B.
Sungai
Secara umum sungai berarti aliran air
yang besar. Secara ilmiah sungai adalah perpaduan alur sungai dan aliran air. Sungai
merupakan suatu alur yang panjang di atas permukaan bumi tempat mengalirnya air
yang berasal dari hujan. Aliran air marupakan bagianyang senantiasa tersentuh
oleh air. Daerah aliran sungai merupakan lahan total dan permukaan air yang
dibatasi oleh suatu batas-air topografi dan yang dengan salah satu cara
memberikan sumbangan terhadap debit suatu sungai pada suatui risan melintang
(Sehyan, 1990:6).
Menurut Syahransyah (2005:72) sungai
adalah sejumlah air yang mengalir dari daerah aliran sungai yang mengalir dari
dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah. Untuk Banjarmasin sungai diklasifikasikan kedalam
empat kategori, yaitu ada yang disebut sungai besar, sungai sedang, sungai
kecil dan anak sungai. Sungai besar misalnya Sungai Martapura, sungai sedang
seperti Sungai Teluk Dalam, sedangkan sungai kecil seperti Sungai Pekapuran.
Adapun anak sungai jumlahnya sangat banyak dia mengalir seperti parit.
C.
Kebudayaan Sungai
Secara umum
kebudayaan diartikan sebagai hasil cipta, rasa, dan karsa manusia yang
membentuk suatu kebiasaan baru yang ada dalam kehidupan, semua kebudayaan
adalah baik, tergantung dimana budaya itu berasal, sebab setiap kebudayaan
tidak sama sehingga diperlukan suatu pemahaman yang lebih untuk memahami budaya
tersebut.
Menurut
E.B. Tylor (Ranjabar, 2006:21) Kebudayaan adalah hal kompleks yang mencakup
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan lain
kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai
anggota masyarakat. Dengan kata lain, kebudayaan mencakup kesemuanya yang
didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan
terdiri atas segala sesuatu yang dipelajari oleh pola-pola perilaku yang
normatif, artinya mencakup segala cara-cara atau pola-pola berpikir, merasakan
dan bertindak.
Kebudayaan
suatu masyarakat terkait erat dengan kondisi geografisnya. Seperti yang
diketahui, Banjarmasin terkenal dengan julukan kota seribu sungai. Hal ini tidaklah berlebihan karena memang terdapat
banyak sungai (walaupun jumlahnya tidak sampai seribu), maka dengan begitu tidak dapat dipungkiri
bahwa Banjarmasin
mempunyai kebudayaan sungai. Kebudayaan sungai di Banjarmasin merupakan produk dari keluwesan,
pengalaman hidup dan adaptasi mereka dengan
kehidupan di pinggiran atau di sepanjang bantara sungai.
Menurut
Ariwibowo (2005:47) sungai menjadi sebuah kata yang penuh makna. Di dalamnya
terkandung falsafah hidup orang banjar sehingga terciptalah istilah-istilah
kemasyarakatan yang berhubungan dengan sungai, salah satunya, adalah kayuh baimbai yang menjadi motto kota
Banjarmasin. Bagi
masyarakat Banjarmasin,
sungai bukan hanya sekedar sumber air, tetapi juga sebagai orientasi hidup dan
identitas diri. Dikatakan sebagai orientasi hidup karena banyak kegiatan
sehari-hari yang dilakukan disungai, mulai dari mandi, mencuci, menangkap ikan,
berdagang, jalur transportasi hingga sebagai tempat bermain anak-anak. Demikian
pula halnya mengenai sungai sebagai identitas diri. Sungai sebagai identitas
diri direfleksikan dengan menyebut perkampungan-perkampungan dengan nama sungai
yang melintas di daerahnya, seperti perkampungan Kuin, Sei Baru, Sei Bilu, Sei
jingah, Sei Lulut, Sei Pekapuran dan masih banyak lagi. Bahkan dalam masyarakat
Banjar petunjuk arah diberikan sesuai dengan arah aliran sungai ataupun posisinya
terhadap sungai misalnya hulu hilir dan ada lagi arah pantai yang dimaksudkan
menuju darat dan arah laut dimaksudkan menuju sungai.
Budaya
sungai dikota Banjarmsin tidak hanya ditandai dari aktivitas masyarakat yang
dilakukan di sungai, tetapi juga ditandai dengan adanya pemukiman pinggiran
sungai, seperti pemukiman penduduk, tempat ibadah, pasar, siring, museum dan
tempat-tempat lainnya di tepi-tepi sungai, hingga acara ritual pun juga ada
yang dilakukan di sungai, seperti ritual meminta kesembuhan atau yang sering di
sebut orang Banjar dengan istilah batatamba.
Banyaknya
aktivitas yang dilakukan masyarakat Banjarmasin
di sungai ataupun di tepian sungai menjadikan sungai sebagai salah satu sarana
interaksi sosial. Misalnya pada pagi atau sore hari dimana banyak masyarakat Banjarmasin yang mandi dan
mencuci di batang menjadikan
aktivitas tersebut sebagai kesempatan bagi mereka untuk melakukan interaksi
sosial. Misalnya para wanita yang mencuci dan mandi sambil mengobrol, sedangkan
anak-anak menjadikan aktivitas mandi sebagai kegiatan bermain mereka seperti
lomba melompat dari batang ke sungai,
berkejar-kejaran sambil berenang, dsb.
D.
Deskripsi Sungai-sungai di Banjarmasin
1.Sungai Kuin
a. Sungai Kuin di Kampung Arab
Sungai
Kuin adalah sungai kecil yang terdapat di Banjarmasin,
Kalimantan Selatan. Sungai Kuin merupakan sungai permanen, yaitu sungai yang
jumlah airnya relatif tetap sepanjang tahun. Sungai Kuin merupakan jalur sungai
kecil yang menghubungkan sungai Barito (jalur angkutan laut) dengan sungai
Martapura (jalur sungai besar) yang membelah kota
Banjarmasin. Ada beberapa bangunan yang
berdiri di sekitar sungai Kuin yaitu rumah panggung, rumah yang terbuat dari
beton, mesjid, jembatan, jalan raya, jamban, peternakan kambing, dan juga
siring kecil. Anak sungai Kuin diantaranya adalah sungai Jagabaya dan sungai
Pangeran yang hanya dapat dilewati oleh perahu-perahu kecil.
Aktivitas sungai Kuin di Kampung Arab
tidak pernah sepi dari aktivitas
kehidupan masyarakatnya. Sungai digunakan masyarakat kampung Arab untuk
keperluan sehari-hari seperti MCK, mencuci pakaian, memasak, bersantai, juga
untuk aktivitas perdagangan. Aktivitas perdagangan disini terjadi antara
pedagang kambing dan juga pedagang kayu yang berjualan di sungai Kuin ini.
Pedagang kambing di sungai Kuin tidak hanya untuk menjual kambing-kambingnya,
tetapi mereka juga membuat peternakan kambing di sepanjang sungai Kuin di
Kampung Arab.
Peternakan kambing ini menjadi
menarik karena aktivitas transaksi jual beli yang berlangsung di Kampung Arab selain
ramai pembeli, juga didukung dengan tempatnya yang strategis yaitu tepat berada
di dekat pasar lama, dan di belakang peternakan tersebut juga terdapat sungai
yang menghubungkan pasar lama dengan sungai Kuin sehingga lalu lintas di
sekitar sungai juga ramai. Selain itu, lalu lintas jalan raya yang ada di
Kampung Arab sangat ramai karena berdekatan dengan pasar yaitu Pasar Lama,
sehingga sangat menguntungkan para pedagang kambing yang ada di Kampung Arab.
Intinya, peternakan kambing di kampung ini sangat menguntungkan karena memiliki
dua jalur yang sama-sama strategis baik itu jalur sungai maupun jalur darat.
Aktivitas penjualan kayu yang berada
di tepi sungai Kuin di Kampung Arab juga sangat menarik karena aktivitas ini
(berjualan kayu balok) sangat sedikit ditemukan di sungai-sungai Banjarmasin. Alasan
pedagang-pedagang tersebut menjual kayu ditepi Sungai Kuin di Kampung Arab
karena berjualan di tepi sungai itu tidak dikenakan biaya sewa tempat seperti
halnya pedagang yang berjualan di pasar yang dikenakan biaya sewa toko. Selain
itu, sungai Kuin yang dijadikan tempat untuk berjualan kayu letaknya juga
strategis yaitu dekat dengan Pasar Lama sehingga menguntungkan para penjual
kayu tersebut. Kayu-kayu yang dijual berasal dari daerah-daerah di sekitar Banjarmasin dengan waktu
pemasaran berkisar mulai dari jam 8 pagi hingga jam 2 siang.[1]
b. Sungai Kuin di Jalan Kuin
Sungai Kuin adalah sungai kecil yang terdapat di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Sungai Kuin merupakan sungai permanen yaitu sungai yang jumlah airnya relatif
tetap sepanjang tahun. Sebagai prasarana transportasi, sungai dibedakan menjadi jalur sungai kecil dan jalur sungai besar. Sungai Kuin merupakan jalur sungai kecil yang menghubungkan sungai Barito (jalur angkutan laut) dengan sungai Martapura (jalur sungai besar) yang membelah kota Banjarmasin. Sungai Kuin dilewati oleh angkutan sungai
yang berangkat dari Banjarmasin menuju kota-kota pedalaman di Kalteng maupun
Kalsel. Sungai Kuin, anak sungai Barito dahulu merupakan jalur pengangkutan
getah karet. Jika sungai Barito berfungsi sebagai jaringan utama pembuangan air
kotor, anak-anak sungainya sebagai jaringan sekunder dan tertier, misalnya
sungai Kuin. Anak sungai Kuin diantaranya sungai Jagabaya dan sungai Pangeran
yang hanya dapat dilewati perahu-perahu kecil. Aktivitas masyarakat sekitar
berhubungan dengan perairan dan kehidupan sungai sehingga banyak rumah dibangun
di sepanjang sungai Kuin. Masjid Sultan
Suriansyah maupun Komplek Makam
Sultan Suriansyah
terletak di tepi sungai Kuin, masing-masing dilengkapi dengan dermaga kecil
tempat menambatkan perahu (kelotok).
Daerah Kuin merupakan
tipe permukiman yang berada di sepanjang aliran sungai (waterfront village)
yang memiliki beberapa daya tarik pariwisata, baik berupa wisata alam, maupun
wisata budaya. Kehidupan masyarakatnya erat dengan kehidupan sungai seperti
pasar terapung, perkampungan tepian sungai dengan arsitektur tradisionalnya.
Hilir mudiknya aneka perahu tradisional dengan beraneka muatan merupakan
atraksi yang menarik bagi wisatawan, bahkan diharapkan dapat dikembangkan
menjadi desa wisata sehingga dapat menjadi pembentuk citra dalam promosi
kepariwisataan Kalimantan Selatan. Masih di kawasan yang sama wisatawan dapat
pula mengunjungi Masjid Sultan Suriansyah dan Komplek Makam Sultan Suriansyah,
pulau Kembang, pulau Kaget dan pulau Bakut. Di Kuin juga terdapat kerajinan
ukiran untuk ornamen rumah Banjar.
Dari ulasan di atas,
sungai kuin dijadikan tempat tinggal masyarakat, itu bisa terlihat di sepanjang
sungai kuin banyaknya rumah di bangun,
oleh sebab itulah aktivitas masyarakat tidak terlepas dari sungai kuin,
aktivitas itu mengenai dalam memenuhi kebutuhan maupun dalam memanfaatkan sumber
daya alam salah satunya yaitu sungai.[2]
2. Sungai Alalak
Pada perbatasan antara kota Banjarmasin dan kabupaten
Barito Kuala atau yang lebih dikenal dengan Batola gterdapat sebuah tempat yang
benama Handil Bakti. Handil bakti itu sendiri sudah termasuk wilayah dari
kabupaten Batola yang tepat pada perbatasannya terdapat sebuah terminal nyang
bernama terminal Handil Bakti. Di sekitar terminal Handil Bakti terdapat sungai
besar yang bernama sungai Alalak yang memiliki anak sungai (handil) yaitu
sungai Handil Bakti yang posisinya
persis dibelakang terminal Handil Bakti.
Sungai ini terletak di Jl. Alalak Utara Kec. Banjarmasin Utara Prop. Kalimantan Selatan. Garis lintang dan garis bujur Kec.
Banjarmasin Utara, kota Banjarmasin Utara, kota Banjarmasin secara astronomis
terletak antara lintang 03016’18,17”LS sampai dengan 03019’22,16”LS
(lintang selatan) dan antara bujur 114033’41,23”BT sampai dengan 114037’43,97”BT
(bujur timur).
Letak administratif
adalah letak suatu daerah/tempat menurut pembagiannya (Tika, 2008:24), daerah
sungai ini berbatasan dengan wilayah penggunaan lahan lainnya, yaitu:
Sebelah Timur : Kecamatan Alalak Utara
Sebelah Barat : Sungai Barito
Sebelah Utara : Kecamatan Handil Bhakti
Sebelah Selatan : Kecamatan Alalak Utara
Sungai ini
memisahkan antara Kota Banjarmasin dan Kabupaten Batola. Untuk menghubungkan
dua wilayah ini, tepat diatas sungai yang berdekatan dengan terminal terdapat
sebuah jembatan penghubung yang diberinama jembatan Alalak II.. Namun lebih
dikenal dengan jembatan Handil Bakti. Jembatan ini baru dibangun dan diresmikan
pada 15 Agustus 2009 yang berfungsi sebagai penghubung antara kabupaten Barito
Kuala dan Kota Banjarmasin, khususnya kecamatan Banjarmasin utara.
Masyarakat yang ada
di tepi sungai Alalak memiliki aktivitas-aktivitas tersediri yang memanfaatkan
adanya sungai ini. Aktivitas-aktivitas tersebut antara lain :
1.
Mencuci kendaraan bermotor
Masyarakat sekitar memanfaatkan air sungai sebagai sumber daya ekonomis untuk mencuci sepeda
motor. Menurut mereka air sungai dapat dimanfaatkan untuk memudahkan aktivitas
mereka sekaligus menghemat biaya. Dengan mencuci sepeda motor memanfaatkan air
sungai, mereka dapat menggunakan air sungai tanpa harus mengeluarkan biaya.
2.
Transaksi jual beli pasir dan
batu-batuan
Di sekitar sungai handil bhakti ditemui adanya transaksi jual beli salah satu nya penjualan
pasir dan batu-batuan. Para pembeli pasir
dapat melalui darat dan juga malalui sungai, yaitu dianggkut dengan menggunakan
mobil kemudian di bawa kembali menggunakan kapal kecil atau tongkang sesuai
dengan keinginan pembeli dan jumlah pasirnya atau batu yang dibeli. Tetapi para
pengusaha yang memiliki dermaga lebih memilih untuk menggunakan kapal dan
tongkang untuk mengangkut pasir karena alasan ekonomis.
3.
Pengumpulan Rotan
Di tepi sungai tepatnya di sekitar jembatan Alalak II terdapat
juga kegiatan pengumpulan rotan yang sudah jadi atau setelah rotan tersebut
mengalami proses penjemuran selama beberapa hari dan kemudian dilakukan
penimbangan dan kemudian di oven sebelum di simpan dalam gudang. pemasarannya
ke berbagai daerah di Banjarmasin
seperti Banjarbaru, Pelaihari bahkan ada yang dikirim ke luar negeri. Rotan
tersebut berasal dari berbagai hutan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah yang diangkut
menggunakan kapal.
4.
Memulung Sampah di Sungai
Kegitan
lain yang sangat menarik adalah kegiatan yang dialakukan seorang kakek yang
memulung sampah di sungai menggunakan jukung kecil. Hal ini merupakan salah
satu kegiatan positif dimana dengan adanya kegiatan mengambil sampah seperti
bekas botol minuman, palastik dan lain sebagainya, sehingga membuat sampah yang
ada sungai menjadi berkurang dan pencemaran sungai juga semakin berkurang .
Kegiatan yang dialakukan oleh pemulung ini selain bermanfaat bagi kebersihan
sungai dari berbagai jenis sampah plastic tentunya juga untuk mencari nafkah.
5.
Kegiatan mandi di sungai
Keberadaan sungai dirasakan sesuatu hal
yang dianggap sangat penting oleh masyarakat sebagai pemenuhan kebutuhan hidup
sehari-hari, terutama untuk kegiatan mandi. Sungai sudah menjadi urat nadi bagi
masyarakat dimana mereka dapat memanfaatkan air dengan sepuas-puasnya untuk
berbagai aktivitas. Walaupun kondisi sungai yang sangat tidak bersih, karena
berwarna kuning ditambah lagi dengan adanya kegiatan kapal tongkang yang
melakukan bongkar muat pasir dan batu-batuan serta juga banyaknya sampah sampah
bekas rotan dan sampah rumah tangga lainnya. [3]
3. Sungai Martapura
Sungai Martapura adalah merupakan
anak sungai dari sungai Barito yang muaranya terletak di kota
Banjarmasin dan di hulunya terdapat kota Martapura
ibukota Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Sungai Martapura juga
dipengaruhi oleh pasang surut air laut jawa, sehingga berpengaruh kepada
drainase kota dan memberikan ciri khas tersendiri
terhadap kehidupan masyarakat kota Banjarmasin khususnya yang
tinggal disepanjang aliran sungai Martapura.
Bagi
masyarakat Kalimantan Selatan khususnya warga kota
Banjarmasin,
keberadaan sungai martapura merupakan suatu sumber daya alam yang memberikan
banyak manfaat yang mana sungai Martapaura sudah menjadi suatu kebutuhan
masyarakat untuk menjalankan aktivitasnya. Banyak warga kota
Banjarmasin
yang memanfaatkan air sungai Martapura untuk kebutuhan sehari-hari seperti MCK,
mencuci pakaian, mencuci piring dll. Selain untuk menunjang kebutuhan
sehari-hari, sungai Martapura juga sering di gunakan warga sebagai jalur
transportasi air, perdagangan, maupun pariwisata, seperti pasar terapung dan
festival budaya (perahu naga dan lainnya)
yang dilakukan di atas sungai Martapura. Sungai Martapura yang kami
teliti adalah Sungai Martapura di Jl. Jenderal Sudirman, Jl. R.E. Martadinata
dan Jl. R.K. Ilir
a.
Sungai Martapura di Jl. Jenderal Sudirman
Sungai Martapura di depan Jl.
Jenderal Sudirman merupakan sungai yang terletak di pusat kota
Banjarmasin.
Letaknya tepat di tengah-tengah kota Banjarmasin yang di
sekitarnya adalah akses jalan utama. Seberang sungai Martapura ini terdapat
bangunan-bangunan penting, seperti Mesjid Raya sabilal Muhtaddin, Kantor
Gubernur Kalimantan Selatan dan Korem 101. Jika mengacu pada titik Mesjid
Sabilal Muhtaddin, maka 500 meter sebelah barat sungai ini langsung berhadapan
dengan Kantor Gubernur Kalimantan Selatan dan sekitar 1 km sebelah timur sungai
ini langsung berada di depan Kantor Walikota Banjarmasin. Adapun bangunan yang
terdapat di sekitar sungai ini adalah siring, dermaga, jembatan, dan ruko. Dahulu
banyak sekali bangunan-bangunan kumuh yang terletak di pinggiran salah satu
sisi sungai ini. Namun, sekarang bangunan-bangunan tersebut digusur dan sekarang
dibangun siring sebagai upaya pelestarian sungai. Siring tersebut dibangun
tepat di pinggir kedua sisi sungai ini sehingga juga menjadi pembatas antara
jalan raya dan sungai yang juga sebagai prasarana penunjang tata indah kota. Siring juga menjadi
tempat favorit berkumpulnya kelompok sosial remaja dan keluarga. Hampir tidak ada masyarakat yang mandi di sungai
ini, karena jarak rumah agak jauh dari sungai dan kebanyakan masyarakat sudah
memiliki kamar mandi di rumah mereka. Sungai ini biasanya digunakan oleh
masyarakat untuk memancing, dan sebagai jalur transportasi air. Namun, sangat
disayangkan, sungai Martapura ini mengalami suatu keadaan yang memprihatinkan,
yaitu banyaknya sampah-sampah dan eceng gondok yang menyebabkan air sungai
keruh kecoklatan. [4]
b. Sungai martapura Jl. R. E. Martadinata
Sungai Martapura juga terletak di
antara Jl. R.E. Martadinata dan Jl. R.K Ilir. Aliran sungai berwarna keruh
kecoklatan. Di daerah pinggiran sungai terdapat banyak sampah yang mengapung
dan juga tanaman eceng gondok. Sebagai sungai yang masih digunakan sebagai
jalur transportasi air, klotok maupun
jukung sangat ramai melewati sungai
ini, baik yang berfungsi sebagai angkutan pribadi maupun sebagai angkutan umum.
Di
Jl. R. E. Martadinata, tepat berseberangan dengan sungai Martapura terdapat
kantor walikota Banjarmasin.
Letak kantor walikota Banjarmasin di tepian
sungai Martapura ini berhubungan dengan sejarah kota
Banjarmasin
saat masih berbentuk Kerajaan Banjar yang saat itu bangunan-bangunan penting
seperti pasar dan kantor-kantor pemerintahan dibangun di dekat tepian sungai
sehingga memudahkan masyarakat yang masih menggunakan alat transportasi air
untuk mencapainya.
Siring
yang berfungsi sebagai pencegah abrasi atau pengikisan jalan darat di sekitar
sungai juga terdapat di tepian sungai Martapura di JL. R.E. Martadinata ini.
Namun, siring juga mempunyai manfaat tambahan yaitu sebagai open space bagi masyarakat Banjarmasin. Pada sore
hari, banyak anggota masyarakat yang datang ke siring ini untuk bersantai,
bersama teman-teman, pasangan maupun keluarga. Sambil bersantai, pengunjung
bisa sambil menikmati es kelapa yang banyak di jual di siring tersebut.
Menyambung
dengan siring, terdapat sebuah dermaga sebagai tambatan perahu wisata air.
Perahu tersebut dapat digunakan wisatawan untuk menyusuri sungai Martapura.
Selain itu juga terdapat halte kapal yang diperuntukkan bagi calon penumpang
kapal untuk menunggu kapal yang akan mereka tumpangi. Di halte tersebut juga
terdapat warung.
Di
tepian sungai Martapura di Jl. R.E.
Martadinata ini jiga terdapat Pelabuhan Lama yang berfungsi sebagai tempat
penyalur barang-barang perdagangan seperti buah-buahan dan sayuran yang dibawa
oleh perahu-perahu barang yang berasal dari luar Kalimantan Selatan, misalnya
Kalimantan Tengah dan Pulau Jawa. Setiap hari ada saja transaksi jual beli yang
terjadi di pelabuhan tersebut.
Sedangkan
di tepian sungai Martapura di Jl. R.K. Ilir terdapat Unit Tempat Pelelangan
Ikan (TPI) yang fungsinya sama dengan Pelabuhan Lama, namn Unit TPI ini khusus
untuk tempat pelelangan ikan sehingga aktivitas yang terjadi adalah aktivitas
pelelangan ikan dan aktivitas bongkar muat ikan yang dibawa oleh perahu-perahu.
Selain itu juga terdapat Tempat Pembuangan Sampah (TPA) yang terlihat sangat
semrawut. Tidak terlihat petugas kebersihan khusus yang mengelola sampah di sana, juga tidak terdapat
pembatas agar sampah tidak masuk ke sungai.[5]
a.
Sungai martapura depan museum wasaka
Sungai yang terletak di dekat
Pelabuhan Wasaka di Jl. Kampung Kenanga Kelurahan Sungai Jingah Banjarmasin
Kalimantan Selatan ini merupakan aliran dari sungai Martapura. Di atas sungai
ini ada jembatan yang melintasinya, yaitu jembatan Benua Anyar. Seperti halnya
sungai lain yang terdapat di Banjarmasin,
air sungai wasaka ini terlihat keruh kecoklatan. Selain itu, juga banyak sekali
terdapat eceng gondok dan sampah yang terdapat di pinggiran sungai.
Oleh
karena sungai wasaka masih digunakan sebagian masyarakat Banjarmasin sebagai jalur transportasi air,
maka di pinggiran sungai ini terdapat pelabuhan yaitu Pelabuhan Wasaka.
Pelabuhan tersebut berfungsi sebagai tempat persinggahan klotok untuk menunggu penumpang. Banyak klotok, kapal cas dan jukung
yang lewat di sungai wasaka.
Selain
itu, di sepanjang pinggiran sungai wasaka juga terdapat pemukiman penduduk yang
letaknya sejajar dengan arah aliran air sungai. Rumah-rumah tersebut berbentuk
rumah panggung dengan tiang rumah yang tinggi agar saat air pasang, tidak
sampai menggenangi rumah. Rumah-rumah yang dibangun menjorok ke arah sungai
mengakibatkan sungai wasaka itu sendiri mengalami penyempitan badan sungai.
Pada bagian rumah yang menghadap ke sungai, dibuat jamban terapung sebagai
tempat untuk buang hajat, mandi dan mencuci pakaian.
Di
pinggir sungai wasaka juga terdapat museum yang bernama Museum Wasaka. Kata
‘wasaka’ berasal dari singkatan motto masyarakat banjar yaitu Waja Sampai Kaputing. Bentuk bangunan
museum berbentuk rumah adat Banjar Bubungan Tinggi. Di samping museum tersebut
terdapat taman yang pada sore hari biasanya digunakan sebagai tempat bersantai
bagi masyarakat sekitar dan arena bermain anak-anak. Namun, seringkali juga
dijadikan lokasi pemotretan oleh beberapa model dan fotografer. Di taman
tersebut juga terdapat beberapa pedagang makanan kecil.[6]
E. Aktivitas Masyarakat di Sungai dan Tepian
Sungai
Pada
umumnya, hampir di semua sungai dan tepian sungai yang kami teliti terdapat kesamaan aktivitas yang dilakukan
oleh masyarakatnya, yaitu
- Sungai sebagai jalur transportasi,
Sejak dulu sungai memegang peranan
penting sebagai jalur transportasi di kota ini, hal ini di buktikan dengan adanya aktivitas
hilir mudik perahu-perahu yang melintas di sungai-sungai Kota Banjarmasin. Meskipun
frekuensi transportasi sungai mulai berkurang, namun masih ada sebagian warga
yang menggunakan jalur sungai, seperti taksi klotok, jukung dan klotok pengangkut barang.
- Sumber air untuk kebutuhan MCK,
Penggunaan
air sungai untuk kebutuhan mandi, cuci dan kakus (MCK) masih dilakukan oleh
masyarakat Banjarmasin
yang tinggal di pemukiman di sepanjang tepian sungai. Mereka umumnya melakukan
aktivitas MCK tersebut di jamban terapung atau yang biasa disebut batang. Aktivitas ini selalu terlihat di
sungai kuin dan sungai alalak setiap pagi dan sore hari.
- Sumber mata pencaharian,
Keberadaan
siring di tepian sungai menjadi berkah tersendiri bagi para penjual makanan dan
minuman. Banyaknya warga Banjarmasin yang senang menghabiskan waktu bersantai
di siring Jl. R.E. Martadinata memberikan kesempatan bagi para penjual es
kelapa dan jagung bakar untuk berjualan di sore hari. Serupa dengan siring di
Jl. Jenderal Sudirman yang banyak terlihat para penjual es kelapa, kripik, dan pentol.
Selain
itu, juga ada masyarakat yang membuka usaha di tepian sungai seperti penjualan
balok kayu dan penjualan kambing. Alasannya adalah untuk memudahkan
pengangkutan barang jualan melalui sungai.
- Memancing
Banyak
masyarakat Banjarmasin yang menghabiskan
waktunya untuk memancing di sungai-sungai yang ada di Banjarmasin, baik karena hobi atau sekedar
menghabiskan waktu luang ataupun untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Aktivitas memancing biasanya dilakukan di siring Jl. R.E. Martadinata dan Jl.
Jenderal Sudirman serta di sungai martapura di depan Museum Wasaka. Selain itu,
pada malam hari banyak juga pemancing yang memancing di Jembatan Merdeka dan
Jembatan Pasar Lama, yaitu jembatan yang melintasi sungai Martapura.
- Sebagai sarana interaksi.
Siring
yang dibangun di tepian sungai Martapura menjadikan siring sebagai open space. Pada sore hari, siring
dijadikan tempat bersantai bagi sebagian masyarakat Banjarmasin. Duduk-duduk bersama keluarga
atau teman-teman sambil memandang sungai Martapura serta melihat klotok dan jukung lalu lalang bisa
menjadi cara tersendiri untuk bersantai. Keberadaan siring juga menjadi wadah
bagi berbagai komunitas seperti komunitas breakers,
skaters, geng motor dan automobile, serta bikers. Sehingga tepian sungai memberikan peran tersendiri dalam
merekatkan hubungan sosial masyarakat Banjarmasin yang memiliki
kesamaan hobi.
Aktivitas
mandi dan mencuci di batang pun
menjadi ajang untuk merekatkan silaturahmi dimana menjadi kesempatan untuk para
wanita untuk saling mengobrol sambil mandi dan mencuci. Balumba adalah aktivitas yang sering dilakukan anak-anak saat mandi
di sungai yaitu berlomba-lomba untuk berenang lebih cepat daripada anak
lainnya.
F. Analisis
Sejak dulu, ketika kita berbicara tentang Banjarmasin,
maka salah satu keunikan geografis yang mencuat terhadap daerah ini adalah
sungai-sungainya, sehingga Banjarmasin mendapat
julukan kota
seribu sungai. Dengan menyesuaikan pada kondisi lingkungan yang ada, maka
tidaklah mengherankan jika banyak aktivitas masyarakat Banjarmasin yang berlangsung di sungai dan
tepian sungai.
Bagi
warga Kota Banjarmasin, khususnya yang tinggal di tepian sungai, sungai bukan
hanya sekedar sumber air bagi mereka, tetapi sungai sudah menjadi orientasi
hidup dan identitas diri. Dikatakan sebagai orientasi hidup karen banyak
kegiatan sehari-hari masyarakat yang dilakukan disungai, mulai dari mandi,
mencuci, menangkap ikan, berdagang, jalur transportasi hingga sebagai tempat
bermain anak-anak. Demikian pula halnya mengenai sungai sebagai identitas diri.
Sungai sebagai identitas diri direfleksikan dengan menyebut
perkampungan-perkampungan dengan nama sungai yang melintas di daerahnya. Bahkan
dalam masyarakat Banjar petunjuk arah diberikan sesuai dengan arah aliran
sungai ataupun posisinya terhadap sungai misalnya hulu hilir.
Seiring derap modernisasi yang dijalankan di daerah ini, perubahan
pun terjadi dalam tata nilai urang Banjar. Budaya sungai urang Banjar
lambat laun mengalami pergeseran yang sangat signifikan. Sungai-sungai tidak
lagi menjadi sesuatu yang terpenting dalam kehidupan urang Banjar.
Bagaimana tidak, dulu kebudayaan Banjar berkembang dari kehidupan sungai, yang kemudian
melahirkan tata nilai dan artifak-artifak budaya yang bernuasa sungai. Dari
sungai, nenek moyak urang Banjar mendapatkan inspirasi untuk dapat
mengembangkan pemukiman di atas rawa atau di dekat sungai dengan tetap
mempertahankan kelestariannya, sehingga berdirilah bentuk-bentuk rumah panggung
yang memang sangat sesuai bahasa alam yang ada di sekitarnya. Sementara di
daerah pinggiran sungai, pendirian rumah-rumah panggung juga ditata apik sesuai
dengan konsep dan tata nilai tradisional yang memandang sungai sebagai halaman
atau teras rumah. Pandangan ini yang mengatur bahwa semua rumah yang dibangun di
pinggiran sungai semuanya harus menghadap ke sungai, tidak boleh ada yang membelakanginya.
Bahkan pemerintah Belanda pun pernah melarang pembangunan rumah yang
membelakangi sungai di kota Banjarmasin. Sekarang, atas nama modernisasi,
pola-pola pembangunan pemukiman dan usaha telah mengalami perubahan. Hampir di
semua sungai kita akan mendapati deretan perumahan atau warung-warung penduduk
yang membelakangi sungai. Hampir semua rumah atau bangunan lainnya saat ini
dibangun oleh urang Banjar dengan cara diuruk. Perubahan pola
pemukiman masyarakat yang tidak lagi memandang sungai sebagai teras atau halaman
depan sebuah rumah mengakibatkan perubahan pola pemukiman di sepanjang bantaran
sungai. Pola pemukiman yang baru ini banyak mengambil lahan di atas sungai sehingga
rumah-rumah tersebut mengurangi lebar badan sungai. Kejadian ini tentunya akan berdampak
pada semakin cepatnya pendangkalan sungai-sungai sehingga sekaligus mengurangi
daya tampung sungai terhadap limpasan air pada waktu hujan datang. Berkurangnya
daya tampung ini akan pada menurunya atau hilangnya fungsi sungai sebagai pembagi
aliran air pada saat pasang atau banjir dating, sehingga genangan air dapat
segera dialirkan ke muara atau laut.
Tidak hanya kebudayaan sungai
yang mengalami pergeseran, kelestarian
sungai itu sendiri pun juga seakan terabaikan. Pada masa sekarang sungai telah
menjadi “tempat sampah” besar oleh masyarakat di sekitarnya. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk tidak
membuang limbah rumah tangga ke sungai juga merupakan salah satu faktor
pencemaran sungai yang didukung juga dengan kurang tegasnya penerapan peraturan
dari peraturan yang dibuat pemerintah. Pencemaran tersebut mengakibatkan
menurunnya kualitas air sungai, padahal air sungai masih digunakan oleh
sebagian warga Banjarmasin dalam kegiatan rumah tangga, seperti mencuci
peralatan masak, MCK, mencuci pakaian, dan tak jarang digunakan untuk berwudhu.
Menurut Hamdi, Kepala Badan
Lingkungan Hidup Daerah (BLD) kota Banjarmasin, kualitas air
sungai dari tahun ke tahun terus menurun. berdasarkan hasil pengujian terakhir
pada Maret 2012 di 10 titik, sembilan di antaranya menunjukkan penurunan pH
hingga di bawah angka lima atau semakin asam. Kondisi yang paling parah
terdapat di sungai di bawah jembatan Kayutangi dekat RS. Ansyari Shaleh, yaitu
pH nya 3,6. padahal air normal yang layak untuk kehidupan pH nya 6,9. Dari
analisisnya, penurunan pH kemungkinan dipicu dua faktor utama, yakni pengaruh
air asam tambang yang mengalir ke sungai dan semakin banyaknya kawasan gambut
yang dieksploitasi menjadi perkebunan (Radarbanjar, 28 April 2012:1).
Banyaknya bangunan-bangunan yang
berdiri di atas sungai mengakibatkan hilangnya sungai-sungai kecil. Menurut Ir.
Fajar Desira, Sungai di Banjarmasin tercatat 104 sungai, yang terdiri dari
sungai besar, sungai kecil dan anak sungai, dan 74 di antaranya kini masih
terpelihara dengan baik, selebihnya sudah mati akibat sedimentasi dan tercemar
berat oleh limbah-limbah sampah akibat gulma. Bila sungai tersebut dikelola
tentunya akan menguntungkan, tetapi bila tidak dikelola maka bencana pun akan
menghadang (Antara, 8 Februari 2012:1).
DAFTAR PUSTAKA
Ariwibowo, Tri
Hayat, 2005. Sungai Pumpung Antara
Kehidupan Dan Urusan Hidup. Jurnal Kebudayaan
Kandil. Edisi 9, Tahun III.
Asih Lasma, Desy
Rizki, dkk. 2011. Kehidupan Masyarakat di
Sekitar Sungai Handil Bhakti. Banjarmasin: Naskah
Ketik.
Aprisa Eris,
Nailatun Najihah, dkk. 2011. Masyarakat
dan Kebudayaan Sungai ( Sungai Martapura di Depan
Kantor Gubernur Kalimantan Selatan). Banjarmasin : Naskah
Ketik.
Herimanto dan
Winarno, 2009. Ilmu Sosial Budaya Dasar. PT. Bumi Aksara: Jakarta
Rahmanda Rizka,
Hendra Afrianto, dkk. 2011. Sungai
Martapura di Jalan R.E. Martadinata dan Jalan R.K.
Ilir Banjarmasin.
Banjarmasin: Naskah Ketik.
Rahmawati, Aida
Yurina, dkk. 2011. Aktivitas Masyarakat
Sungai Kuin di Kampung Arab Banjarmasin. Banjarmasin : Naskah
Ketik.
Ranjabar, Jacobus.
2006. Sistem Sosial Budaya Indonesia
Suatu Pengntar. Bogor: Ghalia Indonesia.
Samudra Panji
Rekso, Adelina, dkk. 2011. Sungai
Martapura di Depan Mesjid Raya Sabilal Muhtaddin
Banjarmasin. Banjarmasin: Naskah Ketik.
Sehyan,
E. 1990. Dasar-Dasar
Hidrologi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Syahransyah, 2005.
Mencoba Memahami Kehidupan Sungai. Jurnal
Kebudayaan Kandil. Edisi 9, Tahun
III. KL-3: Banjarmasin
Syauqi Ahmad,
Matnor Rahman, dkk. 2011. Situasi Sungai
Kuin. Banjarmasin
: Naskah Ketik.
Wijaya Hendra,
Fatimah, dkk. 2011.Kondisi Bangunan dan
Aktivitas Masyarakat di Sekitar Sungai Martapura
Dekat Pelabuhan Wasaka Banjarmasin.
Banjarmasin :
Naskah Ketik
[1] Dikutip dari laporan hasil penelitian Rahmawati, Adelina, dkk. 2011. Penelitian Aktivitas Masyarakat
Sungai Kuin di Kampung Arab Banjarmasin
[2] Dikutip dari laporan hasil penelitain Syauqi Ahmad, Matnor Rahman, dkk. 2011. Penelitian Situasi Sungai Kuin di Jl. Kuin Banjarmasin.
[3] Dikutip dari laporan hasil penelitian Asih Lasma, Desy Rizki,
dkk.2011. Kehidupan Masyarakat di Sekitar
Sungai Handil Bhakti.
[4] Dikutip dari laporan hasil penelitian Eris Aprisa, Panji Rekso, dkk. 2011. Sungai Martapura Jl. Jendral Sudirman Depan
Kantor Gubernur dan Depan Mesjid Raya Sabilal Muhtadin.
[5] Dikutip dari laporan hasil penelitian Rahmanda Rizka, Hendra Afrianto, dkk. 2005. Sungai
Martapura Jalan R.E. Martadinata dan R.K.Ilir Banjarmasin
[6] Dikutip dari hasil
penelitian Wijaya Hendra, Fatimah,
dkk. 2011. Kondisi Bangunan dan Aktivitas
Masyarakat di Sekitar Sungai Martapura Depan Museum Wasaka Kelurahan Sei.
Jingah Banjarmasin.
SAKI SAADANYA..HAHAHAHAAA....PUKIII
BalasHapusTidak sengajaa menemukan blog ini. Ka naaylaa piyee kabaree. Thankss laahh gasan referensii skripsii ulun haaa.
BalasHapus